Studi terbaru yang dilakukan oleh 350.org dan CELIOS mengungkapkan bahwa energi terbarukan berbasis komunitas memiliki potensi besar untuk memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian Indonesia. Studi tersebut memperkirakan bahwa penerapan energi terbarukan berbasis komunitas dapat menambah Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp10.529 triliun dalam kurun waktu 25 tahun.
Ekonom dan Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira menyatakan bahwa dampak positif dari pengembangan energi terbarukan ini tidak hanya terbatas pada peningkatan PDB. “Dampaknya termasuk pengurangan kemiskinan hingga lebih dari 16 juta orang dan penciptaan 96 juta peluang kerja di berbagai sektor,” ujarnya.
Dengan demikian, energi terbarukan berbasis komunitas dapat menjadi solusi efektif untuk menurunkan tingkat pengangguran di daerah-daerah.
Bhima juga melihat komitmen Just Energy Transition Partnership (JETP) sebagai peluang besar untuk mendanai pengembangan energi terbarukan berbasis komunitas. Ia memperkirakan bahwa jika 50% dari dana JETP sebesar 20 miliar dollar AS dialokasikan untuk skema ini, maka akan mampu menghasilkan kapasitas energi terbarukan sebesar 2,18 GW. Kapasitas ini setara dengan 3,3 unit PLTU sekelas Cirebon-1 yang memiliki daya 660 MW.
Selain itu, Bhima menekankan bahwa energi terbarukan berbasis komunitas bukan hanya menawarkan solusi energi yang bersih dan berkelanjutan, tetapi juga dapat membantu mengurangi kesenjangan antar wilayah dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Kajiannya menunjukkan bahwa selama 20 tahun implementasi, skema ini dapat menurunkan tingkat ketimpangan dari 0,74 menjadi 0,71.
Di sisi lain, Firdaus Cahyadi, pemimpin tim interim 350.org Indonesia, mengkritik kebijakan transisi energi di Indonesia yang terjebak dalam “narasi tunggal” yang cenderung fokus pada pengembangan energi terbarukan skala besar. Menurutnya, narasi ini terlihat jelas dalam dokumen Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) JETP yang diluncurkan pada November 2023.
Firdaus menduga bahwa “narasi tunggal” ini dipengaruhi oleh lembaga-lembaga bisnis bantuan internasional seperti Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ), ADB, dan Bank Dunia. Dia mengkhawatirkan bahwa fokus pada pengembangan energi terbarukan skala besar bisa menjerumuskan Indonesia ke dalam jebakan utang luar negeri melalui skema pendanaan JETP. Dominasi lembaga-lembaga ini terlihat jelas dalam setiap kelompok kerja JETP.
Transisi energi di Indonesia perlu dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai perspektif dan kepentingan. Dominasi “narasi tunggal” dari pihak-pihak tertentu perlu diwaspadai agar tidak mengarah pada praktik yang tidak adil dan merugikan. Energi terbarukan berbasis komunitas menawarkan pendekatan yang lebih inklusif dan berkelanjutan, yang dapat memberikan manfaat luas bagi masyarakat dan perekonomian Indonesia.
Demikian informasi seputar energi terbarukan berbasis komunitas. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Pendirianperusahaan.Com.
Tags: 350.org, Bisnis, CELIOS, Ekonomi, Energi, energi terbarukan, Energi Terbarukan Berbasis Komunitas, Keuangan, Komunitas, PDB, Perekonomian Indonesia